Museum Laboratorium Sejarah, Universitas PGRI Yogyakarta (2021) Relief Kapal Borobudur. [Image]
|
Image
relief-kapal-borobudur.jpg Download (211kB) | Preview |
|
|
Image
replika-kapal-borobudur-diSingapura.jpg Download (149kB) | Preview |
Abstract
Kapal Borobudur adalah kapal layar bercadik ganda terbuat dari kayu yang berasal dari abad ke-8 di Nusantara yang digambarkan dalam beberapa relief Borobudur, Jawa Tengah, Indonesia.[1] Kegunaan cadik adalah untuk menyeimbangkan dan memantapkan perahu. Perahu kano bercadik tunggal atau kembar adalah perahu khas bangsa bahari Austronesia yang digunakan dalam penjelajahan dan penyebaran mereka di Asia Tenggara, Oseania, dan Samudra Hindia. Jenis perahu besar bercadik kembar yang ditampilkan di Borobudur kemungkinan besar adalah jenis kapal yang sama yang digunakan oleh dinasti Sailendra dan Kemaharajaan bahari Sriwijaya yang menguasai perairan Nusantara pada kurun abad ke-7 hingga ke-13. Panjang lunasnya adalah 17,29 m dan lambungnya sekitar 19 m (secara keseluruhan) dengan lebar 4,25 m dan tinggi lambung 2,25 m. Dalam sarat air saat berlayar adalah sekitar 1,5 m. Kapal ini didorong oleh dua layar tanja' ("layar persegi panjang yang miring"). Papan lambung dibuat dari bungur (kadang disebut "benteak") dan deknya terbuat dari kayu jati.[2] Rekonstruksi kapal Borobudur tidak dibangun dengan perisai tinggi di haluan dan buritan seperti di relief karena mereka menghalangi pandangan sampai batas yang bertentangan dengan Peraturan untuk Pencegahan Tabrakan di Laut. Bas relief Borobudur diketahui banyak menampilkan adegan kehidupan sehari-hari Jawa Kuno abad ke-8, mulai dari adegan kehidupan bangsawan di keraton hingga rakyat kebanyakan di pedesaan. Menampilkan candi, pasar, arsitektur, satwa dan tumbuhan, perhiasan, pakaian, termasuk kendaraan seperti joli (tandu), kereta kuda, gajah tunggang, dan perahu. Pada tahun 1982, Philip Beale seorang mantan anggota Angkatan Laut Britania Raya berkebangsaan Britania, mengunjungi Borobudur untuk mempelajari perahu tradisional dan tradisi bahari Nusantara. Ia terpikat dengan sepuluh relief di dinding Borobudur yang menggambarkan perahu kuno.[4] Sejak saat itu ia berencana untuk membangun kembali kapal kuno ini dan melakukan napak tilas perjalanan perdagangan bahari purba.[5] Dengan hanya membawa data terbatas — lima gambar relief — Philip Beale berencana untuk menggelar ekspedisi napak tilas pelayaran purba dari Jakarta, Indonesia menuju Madagaskar, dan kalau memungkinkan akan diteruskan hingga melampaui Tanjung Harapan di ujung selatan Afrika hingga menyusuri pantai barat Afrika. Penelitian cermat dan perancangan gambar kapal dilakukan oleh kelompok pengrajin galangan kapal tradisional Indonesia yang berpengalaman. Tim ini dibentuk dan dilatih untuk membangun kapal dengan menggunakan teknologi dan teknik perkapalan tradisional. Galangan kapal tradisional ini terletak di Kepulauan Kangean, yang terletak sekitar 60 mil (96,5 km) sebelah utara Bali. Nick Burningham, seorang pakar perahu tradisional Indonesia dan arkeologi kelautan mengawasi dan menjadi konsultan pembuatan kapal ini. Kapal ini dibuat oleh Assad Abdullah al-Madani dan rekan-rekannya, ia adalah seorang pembuat perahu tradisional Indonesia yang berpengalaman, dengan hanya berbekal beberapa gambar dan model skala kecil kapal Borobudur dari kayu balsa yang dibuat Nick Burningham, ia berhasil menciptakan kembali kapal kuno ini. Kapal ini dinamai Samudra Raksa (pembela samudra) dan diresmikan di Pelabuhan Benoa, Bali pada 15 Juli 2003 oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan Republik Indonesia I Gede Ardika bersama dengan Philippe Delanghe, Spesialis budaya kantor UNESCO perwakilan Jakarta. Ekspedisi ini memakan waktu selama 6 bulan sejak Agustus 2003 sampai Februari 2004. Perjalanan dimulai di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 30 Agustus 2003, diresmikan oleh Presiden Megawati Sukarnoputri, dan tiba di pelabuhan Tema, Accra, Ghana pada 23 Februari 2004. Pelayaran epik ini membuktikan hubungan perdagangan bahari purba antara Indonesia dan Afrika (khususnya pesisir Afrika Timur dan Madagaskar). Jalur perdagangan komoditas kayu manis ini mengambil jalur melintasi Samudra Hindia dan singgah di Seychelles, Madagaskar, Afrika Selatan, hingga Ghana. Kini Kapal Samudra Raksa dipamerkan dan tersimpan di Museum Samudra Raksa, terletak hanya beberapa ratus meter di sebelah utara candi Agung Borobudur, masih dalam kompleks taman purbakala Borobudur. (sumber:wikipedia)
Item Type: | Image |
---|---|
Subjects: | Geografi dan Sejarah > Sejarah Asia > Sejarah Asia Tenggara > Sejarah Indonesia |
Divisions: | UPY-Galeri |
Depositing User: | Mr. Nugroho |
Date Deposited: | 28 Oct 2021 03:26 |
Last Modified: | 28 Oct 2021 07:43 |
URI: | http://repository.upy.ac.id/id/eprint/3182 |
Actions (login required)
View Item |